Jakarta - Persoalan hukum yang kian kompleks di masyarakat menuntut pendekatan penyelesaian yang lebih humanis, kolaboratif, dan tidak hanya bertumpu pada jalur persidangan. Sejalan dengan Asta Cita ke-7 Presiden Prabowo mengenai penguatan reformasi hukum, Pemerintah terus mendorong program strategis nasional guna mewujudkan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang setara di hadapan hukum.
Menteri Hukum Republik Indonesia, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa peningkatan kemampuan Kepala Desa/Lurah dalam penyelesaian sengketa melalui pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) di tingkat desa/kelurahan menjadi langkah penting dalam memperluas akses keadilan. Menurutnya, Kepala Desa/Lurah yang menjadi garda terdepan pelayanan publik memiliki peran kunci dalam mewujudkan access to justice berbasis masyarakat.
“Kepala Desa/Lurah dapat membantu mengupayakan penyelesaian permasalahan secara lebih humanis dan kolaboratif, dengan mengedepankan kebutuhan, hak, dan martabat masyarakat—people centered justice. Kegiatan Peacemaker Training yang telah kami lakukan merupakan bekal penting bagi mereka dalam menangani persoalan hukum nonlitigasi,” ujar Supratman dalam kegiatan Peacemaker Justice Award 2025, Rabu (26/11/2025) di Graha Pengayoman, Jakarta.
Peningkatan kompetensi ini memperkuat peran Kepala Desa/Lurah sebagai juru damai (Non Litigation Peacemaker/NLP) dalam program Posbankum Desa/Kelurahan yang berkolaborasi dengan paralegal dan pemberi bantuan hukum terakreditasi. Program ini merupakan hasil sinergi antara Kementerian Hukum, Mahkamah Agung, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, serta Kementerian Dalam Negeri.
Supratman menyampaikan bahwa tahun 2025 menjadi capaian tertinggi partisipasi Kepala Desa/Lurah sebagai NLP dengan jumlah 802 orang. Pada tahun 2023 tercatat 294 orang peraih gelar NLP, disusul 292 orang pada tahun 2024. Tren peningkatan ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat peran juru damai di tingkat akar rumput.
Ia menegaskan bahwa Peacemaker Justice Award (PJA) bukan sekadar ajang seremoni, melainkan bentuk nyata apresiasi Pemerintah bagi Kepala Desa/Lurah yang aktif membentuk Posbankum, menyelesaikan permasalahan hukum secara mandiri, dan mendukung program-program strategis terkait akses keadilan. Tahun ini, setiap peserta PJA diwajibkan membentuk Posbankum sebagai langkah konkret mewujudkan amanat UUD NRI Tahun 1945.
Saat ini Posbankum telah terbentuk di 70.115 desa/kelurahan di 24 provinsi, menyediakan empat layanan utama: informasi dan konsultasi hukum, bantuan hukum dan advokasi, mediasi, serta rujukan advokat. Hingga kini, sebanyak 3.839 layanan hukum telah diberikan oleh paralegal dan Kepala Desa/Lurah sebagai juru damai.
Dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Koalisi Akses Keadilan (Justice Action Coalition) di Madrid, Spanyol, 11 November 2025 lalu, Supratman kembali menegaskan komitmen Indonesia untuk memperluas akses keadilan sesuai tujuan SDGs poin 16.3. Hal ini diwujudkan melalui kerja sama dengan LKBH terakreditasi serta perguruan tinggi agar mahasiswa dapat belajar dan berkontribusi langsung melalui Posbankum.
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Sunarto, menilai pelaksanaan PJA merupakan langkah negara dalam memperkuat budaya hukum yang mengedepankan kearifan lokal melalui penyelesaian sengketa secara mandiri, bijak, dan damai. Menurutnya, Kepala Desa/Lurah adalah figur pertama yang menjadi tempat masyarakat mencari solusi hukum.
Peran tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa, yang menempatkan Kepala Desa/Lurah sebagai penjaga ketenteraman, ketertiban, serta penyelesai perselisihan masyarakat.
“Program PJA lahir dari realitas sosial masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi musyawarah mufakat, tenggang rasa, dan tepa selira. Juru damai akan memperkuat mediasi sebagai mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih mengutamakan harmoni sosial,” ujar Sunarto.
Ia menyebutkan bahwa pada tahun 2024 terdapat 2.927.815 perkara di peradilan tingkat pertama, 30.217 perkara tingkat banding, dan 30.991 perkara di Mahkamah Agung. Kehadiran juru damai ini diyakini mampu mengurangi beban perkara di pengadilan melalui penyelesaian sengketa nonlitigasi.
Sunarto menegaskan bahwa mediasi terbaik terjadi dalam ruang kehidupan masyarakat. Kesepakatan damai yang dicapai melalui juru damai menghasilkan solusi win-win tanpa merusak hubungan sosial atau menimbulkan kerugian ekonomi dan emosional sebagaimana sering terjadi dalam proses litigasi. Ia berpesan agar seluruh Kepala Desa/Lurah peraih gelar Non Litigation Peacemaker dapat menjalankan perannya secara profesional, menjadi mediator handal, dan senantiasa menjaga keharmonisan masyarakat.
Kemudian, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto menilai terobosan PJA efektif menjangkau persoalan di desa/kelurahan sebagai miniatur Indonesia. Ia menekankan penguatan kuantitas dan kualitas paralegal sebagai ujung tombak penyelesaian perkara melalui mediasi dan musyawarah, tanpa harus selalu ke pengadilan.
Kepala BPHN, Min Usihen dalam laporannya menyampaikan, PJA merupakan bentuk apresiasi kepada Kepala Desa/Lurah yang aktif menyelesaikan perkara secara nonlitigasi dan mendukung program pemerintah dalam mewujudkan akses keadilan. Dari 130 peserta, telah dilakukan seleksi audisi untuk menentukan 10 peserta terbaik yang selanjutnya terpilih 3 peacemaker terbaik pada PJA 2025 diantaranya, Hemrinci Kepala Desa Anik Dingir, Kab. Landak Provinsi Kalimantan Barat, Margono Lurah Rejomulyo, Kota Metro Provinsi Lampung, dan Ahmad Gunawan Kepala Desa Baru Sari, Kab. Garut Provinsi Jawa Barat.
